Yasonna Laoly Ingin Pidana Alternatif Non-pemenjaraan Jadi Strategi Penanganan Overcrowded Lapas

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly ingin agar pidana alternatif non-pemenjaraan menjadi salah satu solusi strategi penanganan penuh sesak atau overcrowded dalam Lembaga Pemasyarakatan.

Ia mengatakan pemidanaan memiliki kaitan erat dengan deinstitusionalisasi yang dapat berbentuk pelaksanaan diversi sampai dengan pidana alternatif non pemenjaraan, atau bentuk-bentuk penghukuman yang berbasis masyarakat lainnya.

“Dalam mewujudkan tujuan tersebut, kita tidak bisa hanya berfokus kepada para pelanggar hukum saja, tetapi harus meluas sampai ke masyarakat untuk menciptakan ekosistem social reintegration,” kata Yasonna saat memimpin Upacara Hari Bakti Pemasyarakatan (HBP) Ke-59 yang jatuh pada 27 April 2023 di lapangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia atau Kemenkumham, Selasa, 2 Mei 2023.

Ia mengatakan pelibatan masyarakat akan berkontribusi dalam meningkatkan social control, social support dan social participation pada upaya pemulihan konflik pelanggar hukum dengan masyarakat secara inklusif.

Yasonna menegaskan konsep itulah yang harus diintegrasikan dalam mentransformasikan sistem Pemasyarakatan menjadi birokrasi yang diinginkan publik. Menurutnya, hak tersebut harus dimulai dari diri tiap petugas.

“Saya mengajak pada seluruh jajaran pemasyarakatan untuk melakukan instropeksi diri dan segera bergerak melakukan pembenahan. Untuk memulai langkah-langkah perbaikan tersebut kita perlu sebuah kata kunci yaitu komitmen, yang akan menjadi pondasi kita, benteng kita, dalam mengaplikasikan niat baik kita untuk melakukan pembenahan diri,” ujar Yasonna.

Yasonna mengatakan Sistem Pemasyarakatan harus bertransformasi dari semula hanya sebagai muara sistem peradilan pidana menjadi wadah pemulihan dan reintegrasi sosial.

“Ini merupakan bentuk komitmen pemerintah Indonesia untuk menempatkan sebagai salah satu Subsistem Peradilan Pidana Indonesia. Sistem Pemasyarakatan harus bergerak mulai dari tahapan Pra Adjudikasi, Adjudikasi sampai dengan Pasca Adjudikasi,” kata Yasonna.

Menurut dia, hal tersebut juga menuntut perluasan peran petugas Pemasyarakatan untuk berpartisipasi penuh dalam mensukseskan keadilan restoratif yang sejatinya sejalan dengan konsep reintegrasi sosial yaitu pemulihan hubungan hidup, kehidupan, dan penghidupan. Ia juga kembali mengingatkan jajaran Pemasyarakatan untuk bersiap mengingat Undang-Undang PAS dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP menjadikan ‘shifting’ paradigma menjadi sebuah keniscayaan.

“Pemidanaan ke depan bukan hanya mampu memberikan penyelesaian secara berkeadilan namun juga memulihkan. Pemidanaan ke depan juga harus memberikan perhatian pada korban, pelibatan masyarakat dan tanggung jawab pelaku,” ujar Yasonna.

Sumber: https://nasional.tempo.co/read/1720838/yasonna-laoly-ingin-pidana-alternatif-non-pemenjaraan-jadi-strategi-penanganan-overcrowded-lapas

Bagikan:

WhatsApp
Facebook
Twitter
LinkedIn
Telegram